- Pendahuluan
ARGUMENTASI
adalah suatu bentuk retorika yang berusaha untuk mempengaruhi sikap dan
pendapat orang lain, agar mereka itu percaya dan akhirnya bertindak sesuai
dengan apa yang diinginkan oleh penulis atau pembicara. Melalui argumentasi
penulis berusaha merangkaikan fakta-fakta sedimikian rupa, sehingga ia mampu
menunjukkan apakah suatu pendapat atau suatu hal tertentu itu benar atau tidak.
Dasar sebuah tulisan yang bersifat
argumentatif adalah berpikir kritis dan logis. Untuk itu ia harus bertolak dari
fakta-fakta dan evidensi itu dapat dijalin dalam metode-metode sebagaimana dipergunakan
juga oleh eksposisi. Tetapi dalam argumentasi terdapat motivasi yang lebih
kuat. Eksposisi hanya memerlukan kejelasan, sebab itu fakta-fakta dipakai
seperlunya. Namun argumentasi di samping memerlukan kejelasan, memerlukan juga
keyakinan dengan perantaran fakta-fakta itu. Sebab itu, penulis harus meneliti
apakah semua fakta yang akan dipergunakan itu benar, dan harus meneliti pula
bagaimana relevansi kualitasnya dengan maksudnya. Dengan fakta yang benar, ia
dapat merangkaikan suatu penuturan yang logis menuju kepada suatu kesimpulan
yang dapat dipertanggung jawabkan. Seorang yang kurang hati-hati dan tidak
cermat menganalisa data-data tersebut, dapat menggagalkan seluruh usaha
pembuktiannya.
Berdasarkan semua kenyataan di atas maka
untuk berbicara mengenai sebuah tulisan argumentatif, terlebih dahulu akan
dikemukakan beberapa dasar yang penting yang menjadi landasan argumentasi.
Untuk itu akan dikemukakan pertama-tama
masalah penalaran yaitu bagaimaana dapat merumuskan pendapat yang benar sebagai
hasil dari suatu proses berpikir untuk merangkaikan fakta-fakta menuju suatu
kesimpulan yang dapat diterima oleh akal sehat. Masalah lain yang harus
dibicarakan sebelum berbicara mengenai tulisan argumentative adalah mengenai
beberapa corak penalaran ketiga, bagaimana mengadakan penilaian atau penolakan
(kalau perlu) atas pendapat orang-orang lain atau pendapat sendiri yang pernah
dicetuskan.
- Proposisi
Penalaran bukan saja dapat dilakukan dengan mempergunakan
fakta-fakta yang masih berbentuk polos, tetapi dapat juga dilakukan dengan
mempergunakan fakta-fakta yang telah dirumuskan dalam kalimat-kalimat yang
berbentuk pendapat atau kesimpulan. Kalimat-kalimat semacam ini, dalam hubungan
dengan proses berpikir tadi disebut proposisi. Proposisi dapat kita batasi
sebagai pernyataan yang dapat dibuktikan kebenarannya atau dapat ditolak karena
kesalahan yang terkandung di dalamnya. Sebuah pernyataan dapat dibenarkan bila
terdapat bahan-bahan atau fakta-fakta untuk membuktikannya. Sebaliknya sebuah
pernyataan atau proposisi dapat disangkal atau ditolak bila terdapat
fakta-fakta yang menentangnya.
Keempat kalimat diatas merupakan proposisi; kedua kalimat
yang pertama dapat dibuktikan kebenarannya, dan kedua kalimat terakhir dapat
ditolak karena fakta-fakta yang ada menentang kebenarannya. Tetapi keempatnya
tetap merupakan proposisi.
- Inferensi dan Implikasi
Tiap proposisi dapat mencerminkan dua macam kemungkinan.
Pertama, ia merupakan ucapan-ucapan pada faktual sebagai akibat dari pengalaman
atau pengetahuan seseorang mengenai sesuatu hal. Kedua, proposisi dapat juga
merupakan pendapat, atau kesimpulan seseorang mengenai sesuatu hal.
Kalimat-kalimat seperti “Tadi terjadi sebuah tabrakan di depan Universitas”
merupakan sebuah proposisi yang bersifat pernyataan actual, yaitu sebuah
pernyataan yang menyangkut fakta atau peristiwa yang dialami oleh seseorang.
Dengan ilustrasi sebagai yang dikemukakan di atas, baik
ucapan faktual maupun sebuah pendapat atau kesimpulan, keduanya merupakan
proposisi, karena keduanya dapat dibuktikan kebenarannya atau kemustahilannya.
Kata inferensi berasal dari kata Latin, inferred yang
berarti menarik kesimpulan. Kata implikasi juga berasal dari bahassa Latin,
yaitu dari kata impilcare yang berarti melibat atau merangkum. Dalam logika,
juga dalam bidang ilmiah lainnya, kata inferensi adalah kesimpulan yang
diturunkan dari apa yang ada atau dari fakta-fakta yang ada. Sedangkan
implikasi adalah rangkuman, yaitu sesuatu dianggap ada karena sudah dirangkum
dalam fakta atau evidensi itu sendiri. Banyak dari kesimpulan sebagai hasil
dari proses berpikir yang logis harus disusun dengan memperhatikan
kemungkinan-kemungkinan yang tercakup dalam evidensi (=implikasi), dan kesimpulan
yang masuk akal berdasarkan implikasi (=inferensi).
- Wujud Evidensi
Dalam wujudnya yang paling rendah evidensi itu berbentuk
data atau informasi. Yang dimaksud dengan data atau informasi adalah bahan
keterangan yang diperoleh dari suatu sumber tertentu. Biasanya semua bahan
informasi berupa statistik, dan keterangan-keterangan yang dikumpulkan atau
diberikan oleh orang-orang kepada seseorang, semuanya di masukkan dalam
pengertian data (apa yang diberikan) dan infromasi (bahan keterangan). Pada
dasarnya semua data dan informasi harus diyakini dan diandalkan kebenarannya.
Untuk itu penulis atau pembicara harus mengadakan pengujian atas data dan
informasi tersebut, apakah semua bahan keteraangan itu merupakan fakta.
Fakta adalah sesuatu yang sesungguhnya terjadi, atau
sesuatu yang ada secara nyata. Bila seorang mengatakan bahwa ia telah melihat
kapal musuh mendarat di sebuah pantai yang sepi, itu baru merupakan informasi.
Ada kemungkinan bahwa bisa terjadi kesalahan dalam
evidensi itu. Dalam hal ini pembela akan mengajukan evidensi yang lain dengan
mengatakan bahwa seorang yang lain telah mencuri pisau itu dan telah
mempergunakannya untuk melakukan pembunuhan. Secara diam-diam pisau itu
dikembalikan dan tanpa sadar telah dipegang oleh pemiliknya itu. Fakta-fakta
yang dipergunakan sama, hanya proses penalaran yang disusun berdasarkan
fakta-fakta itu berlainan.
- Cara Menguji Data
a.
Observasi
Fakta-fakta yang diajukan sebagai evidensi
mungkin belum memuaskan seorang pengarang atau penulis. Untuk lebih meyakinkan
dirinya sendiri dan sekaligus dapat menggunakannya sebaik-baiknya dalam usaha
meyakinkan para pembaca, maka kadang-kadang pengarang merasa perlu untuk
mengadakan peninjauan atau observasi singkat untuk mengecek data atu informasi
itu.
Tiap pengarang atau penulis harus mengadakan
pengujian lagi dengan mengobservasi sendiri data atau informasi itu. Sesudah
mengadakan observasi, pengarang dapat menentukan sikap apakah informasi atau
data itu sesungguhnya merupakan fakta atau tidak, atau barangkali hanya sebagian
saja yang benar sedangkan sebagian lain hanya didasarkan pada perasaan dan
prasangka para informan.
b.
Kesaksian
Keharusan menguji data dan informasi, tidak
selalu harus dilakukan dengan observasi. Kadang-kadang sangat sulit untuk
mengharuskan seseorang mengadakn obeservasi atas obyek yang akan dibicarakan.
Kesulitan itu terjadi karena waktu, tempat, dan biaya yang harus dikeluarkan.
Untuk mengatasi hal itu penulis atau pengarang dapat melakukan pengujian dengan
meminta kesaksian atau keterangan dari orang lain, yang tidak mengalami sendiri
atau menyelidiki sendiri persoalan itu.
Demikian pula halnya dengan semua pengarang
atau penulis. Untuk memperkuat evidensinya, mereka dapat mempergunakan
kesaksian-kesaksian orang lain yang telah mengalami sendiri perisitiwa
tersebut.
c.
Autoritas
Cara ketiga yang dapat dipergunakan untuk
menguji fakta dalam usaha menyusun evidensi adalah meminta pendapat dari suatu
autoritas, yakni pendapat dari seorang ahli, atau mereka yang telah menyelidiki
fakta-fakta itu dengan cermat, memperhatikan semua kesaksian, menilai semua
fakta kemudian memberikan pendapat mereka sesuai dengan keahlian mereka dalam
bidang itu.
- Cara Menguji Fakta
a.
Konsistensi
Dasar pertama yang dipakai untuk menetapkan
fakta mana yang akan dipakai sebagai evidensi adalah kekonsistenan. Sebuah
argumentasi akan kuat dan mempunyai tenaga persuasif yang tinggi, kalau
evidensi-evidensinya bersifat konsisten, tidak ada satu evidensi bertentangan
atau melemahkan evidensi yang lain.
b.
Koherensi
Dasar kedua yang dapat dipakai untuk
mengadakan penilaian fakta mana yang dapat dipergunakan sebagai evidensi adalah
masalah koherensi. Semua fakta yang akan digunakan sebagai evidensi adalah
masalah koherensi. Semua fakta yang akan dipergunakan sebagai evidensi harus
pula koheren dengan pengalaman-pengalaman manusia, atau sesuai dengan pandangan
atau sikap yang berlaku. Bila penulis menginginkan agar sesuatu hal dapat
diterima, ia harus meyakinkan pembaca bahwa karena pembaca setuju atau menerima
fakta-fakta dan jalan pikiran yang menemukakannya, maka secara konsekuen pula
pembaca harus menerima hal lain, yaitu konklusinya.
- Cara Menilai Autoritas
a. Tidak Mengandung
Prasangka
dasar pertama yang perlu diketahui oleh
penulis adalah bahwa pendapat autoritas sama sekali tidak boleh mengandung
prasangka. Yang tidak mengandung prasangka artinya pendapat itu disusun
berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh ahli itu sendiri, atau
didasarkan pada hasil-hasil eksperimental yang dilakukannya. Pengertian tidak
mengandung prasangka juga mencakup hal lain, yaitu bahwa autoritas itu tidak
boleh memperoleh keuntungan pribadi dari data-data eksperimentalnya.
b. Pengalaman dan Pendidikan
Autoritas
dasar kedua yang harus diperhitungkan penulis
untuk menilai pendapat suatu autoritas adalah menyangkut pengalaman dan
pendidikan autoritas. Pendidikan yang diperolehnya harus dikembangkan lebih
lanjut dalam kegiatan-kegiatan sebagai seorang ahli yang diperoleh melalui
pendidikannya tadi.
Walaupun jaman kita ini sudah begitu condong
atau cenderung dengan berbagai macam spesifikasi, namun kita tidak boleh
mengabaikan keahlian seseorang dalam beberapa macam bidang tertentu.
c. Kemashuran dan Prestise
faktor ketiga yang harus diperhatikan oleh
penulis untuk menilai autoritas adalah meneliti apakah pernyataan atau pendapat
yang akan dikutip sebagai autoritas itu hanya sekedar bersembunyi di balik
kemashuran dan prestise pribadi di bidang lain.
Sering terjadi bahwa seseorang yang menjadi
terkenal karena prestise tertentu, dianggap berwenang pula dalam segala bidang.
Seorang yang menjadi terkenal karena memperoleh lima medali emas
berturut-turut dalam pertandingan lomba
lari jarak lima ribu meter, diminta pendapatnya tentang cara-cara pemberantasan
korupsi.
d. Koherensi dengan Kemajuan
hal keempat yang perlu diperhatikan penulis
argumentasi adalah apakah pendapat yang diberikan autoritas itu sejalan dengan
perkembangan dan kemajuan jaman, atau koheren dengan pendapat atau sikap
terakhir dalam bidang itu.
Pengetahuan dan pendapat terakhir tidak
selalu berarti bahwa pendapat itulah yang terbaik. Tetapi harus diakui bahwa
pendapat-pendapat terakhir dari ahli-ahli dalam bidang yang sama lebih dapat
diandalkan, karena autoritas-autoritas semacam itu memperoleh kesempatan yang
paling baik untuk membandingkan semua pendapat sebelumnya, dengan segala kebaikan
dan keburukannya atau kelemahannya, sehingga mereka dapat mencetuskan suatu
pendapat yang lebih baik, yang lebih dapat dipertanggung jawabkan.
Sebab itu untuk memberi evaluasi yang tepat
terhadap autoritas yang dikutip, pengarang harus menyebut nama autoritas,
gelar, kedudukatif, dan sumber khusus tempat kutipan itu dijumpai. Bila mungkin
penulis harus mengutip setepat-tepatnya kata-kata atau kalimat autoritas
tersebut.
Untuk memperlihatkan bahwa penulis
sungguh-sungguh siap dengan persoalan yang tengah diargumentasikan, maka
sebaiknya seluruh argumentasi itu jangan didasarkan hanya pada satu autoritas.